Entri Populer

Selasa, 30 November 2010

Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja


Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
1.Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir  yang duduk di masa kuliah..

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual  Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3.Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

4.Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-     kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
5.Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.Remaja ada diantara anak dan orang dewasa ,remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya.
Ditinjau dari segi tersebut mereka masih termasuk golongan anak-anak ,mereka masih harus menemukan tempat di dalam masyarakat .
      Remaja ada dalam tempat marginal .Berhubung ada macam-macam persyaratan untuk dapat dikatakan dewasa maka lebih mudah untuk dimasukan katergori anak dari pada dewasa .Baru pada abad ke 18 maka masa remaja di pandang sebagai periode tertentu lepas dari periode kanak-kanak.Meskipun begitu kedudukan dan status remaja berbeda dari pada anak ,masa remaja menunjukan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan Karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak.Dipandang dari segi sosial ,remaja mempunyai posisi marginal ,penelitian Roscoe dan Peterson  membuktikan hal ini.

       Ausubel menyebut status orang dewasa sebagai status primer artinya status itu diperoleh berdasarkan kemampuan dan usaha sendiri.Status anak adalah status di peroleh (derived)artinya tergantung dari apa yang di berikan oleh orang tua(dan masyarakat).Remaja ada dalam status interim sebagai akibat dari pada posisi yang sebagian  di berikan oleh orang tua dan sebagian di peroleh melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestise tertentu padanya .Status interim berhubungan dengan masa peralihan yang timbul setelah pemasakan seksual (pubertas).Masa peralihan tersebut diperlukan untuk mempelajari remaja mampu memikul tanggung jawabnya nanti dalam masa dewasa.Makin maju masyarakatnya makin sukar tugas remaja untuk mempelajari tanggung jawab ini.Remaja menurut WHO adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana :

  1)Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematamgan seksual
  2)Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa
  3)Terjadi peralihan dari kertengantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.

 Jika ditinjau dari faktor sosial psikologis

         Perkembangan psikologis dan pada identifikasi dari kanak-kannak menjadi dewasa .Puncak perkembangan jiwa itu di tandai dengan adanya proses perubahan  dari kondisi enthrophy ke kondisi negentrophy,Entropy adalah keadaan dimana kesadaran mausia masih belum tersusun rapi ,walaupun isinya sudah banyak(pengetahuan ,perasaan,dll)namun isi-isi tersebut belum saling terkait dengan baik,sehingga belum bias berfungsi secara maksimal ,isi kesadaran masih saling bertentangan ,saling tidak berhubungan sehingga mengurangi kerjanya dan menimbulkan pengalaman yang kurang menyenangkan buat orang yang bersangkutan.Selama masa remaja kondisi entropy ini secara bertahap disusun diarahkan distrukturkan kembali sehingga lambat laun terjadi kondisi negentropy.Kondisi negentropy adalah keadaan di mana isi kesadaran tersusun dangan baik ,pengetahuan yang satu terkait  dengan perasaan atau sikap.Orang dalam kadaan negentropy ini merasa dirinya sebagai kesatuan yang utuh dan bisa bertindak dengan tujuan yang jelas ,ia merasa tidak perlu di bimbing lagi untuk bisa mempunyai tanggung jawab dan semangat kerja yang tinggi mengingat saat mulainya masa remaja yang sangat dipengaruhi oleh perbedaan perorangan,maka penentuan umur saja belum cukup untuk mengetahui apakah suatu tahap perkembangan baru telah di mulai/belum .Seorang remaja berada pada batas peralihan  kehidupan anak dan dewasa.Tubuhnya kelihatan sudah dewasa akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukan kedewasaanya,pada remaja sering terlihat adanya :

1)Kegelisahan
2)Pertentangan
3)Berkeinginan besar untukmencoba segala hal yang belum di ketahuinya
4)Keinginan menjelajah kea lam sekitar yang lebih luas
5)Mengkhayal dan berfantasi
6)Aktivitas berkelompok

Karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa ,menurut Hall memandang bahwa masa remaja ini sebagai masa”stormand stress”ia menyatakan bahwa selama masa remaja banyak masalah yang dihadapi karena remaja itu berupaya menemukan jati diri  (identitasnya)kebutuhan aktulisasi diri.Usaha penemuan jati diri remaja dilakukan dengn berbagai pendekatan agar ia dapat mengaktulisasi diri secara baik ,sebagai bentuk kebutuhan untuk mewujudkan jati dirinya.Kebutuhan remaja diantaranya :

1)Kebutuhan organic
2)Kebutuhan Emosional
3)Kebutuhan berprestasi/need of achievement

     Pertumbuhan fisik dan perkembangan sosial psikologis di masa remaja pada dasarnya merupakan kelanjutan yang dapat diartikan  penyempurnaan proses pertumbuhan dan perkembangan dari proses sebelumnya .Disamping itu remaja membutuhkan pengakuan akan kemampuanya .Menurut Maslow kebutuhan ini disebut kebutuhan penghargaan dan pengakuan bahwa mereka telah mampu berdiri sendiri,mampu malaksanakan tugas-tugas seperti yang dilakukan oleh orang dewasa dan dapat bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan yang dkerjakannya .Batas antara masa remaja  dan masa dewasa makin lama juga makin kabur ,pertama kali karena sebagian para remaja yang tidak lagi melanjutkan sekolah akan bekerja dan dengan begitu memasuku dunia orang dewasa pada usia remaja.Gadis-gadis yang kawin pada usia 18-19 tahun juga akan sudah memasuki dunia orang deawas ,kalau dalam keadaan seperti inidapat dikatakan sebagai masa remaja yang diperpendek ,maka keadaan sebaliknya dapat di sebut sebagai masa remaja yang diperpanjang.  



Fase-fase pada remaja:pubertas dan adolesensi

     Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja yang secara global berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal,15-18 tahun masa remaja pertengahan,18-21 tahun masa remaja akhir.Remaja usia 13 tahun menunjukan perbedaan yang besar dengan remaja usia 18 tahun,lepas dari pada perbedaan sosial-kultural dan seksual diantara para remaja sendiri.Dalam buku-buku Jerman dan Belanda memang secara global dibedakan  antara pubertas adolensesi .Bila selanjutnya dipakai istilah puber maka yang dimaksudkan adalah remaja sekitar masa pemasakan seksul.Pada umumnya masa pubertas terjadi antara 12-16 tahun pada anak laki-laki dan 11-15 tahun pada anak perempuan .

     Menurut Remplein masih menyisipkan apa yang di sebutnya “jugencrise”(krisis remaja)diantara masa pubertas dan adolensi.Denag begitu maka usia antara 11-21 tahun di baginya menjadi: pra-pubertas 10½-13 tahun (wanita),12-14 tahun(laki-laki), pubertas 13-15½ tahun(wanita),14-16 tahun(laki-laki),krisi remaja 15½-16½tahun(wanita),16-17 tahun (laki-laki)adolensi 16½-20 tahun(wanita),17-21 tahun(laki-laki).Pecahan-pecahan tahun yang dikemukakan Remplein diatas memberikan kesan yang sukar dapat dibuktikan secara empiris,menurutnya krisis remaja adalah suatu masa dengan gejala-gejalakrisi yang menunjukan adanya pembelokan dalam perkembangan,suatu kepekaan dan labilitas yang meningkat.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja

Perkembangan Fisik
yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif

PerkembanganKognitif
Menurut Piaget seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan.Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme  Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” Elkind  mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” .

Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :

Personal fable
 adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom dkk kemudian membuktikan bahwa baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.

Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup

Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya

Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya .

Perkembangan sosial remaja

        Sebelum masa remaja sudah ada saling hubungan yang lebih erat antara anak-anak yang sebaya ,sering juga timbul kelompok-kelompok anak ,perkumpulan-perkumpulan untuk bermain bersama atau membuat rencana bersama misalnya seperi kemah  dan kegiatan yang lainya .Suatu sifat yang khas lagi dari kelompok anak pra-remaja atau pra-pubertas ini adalah mereka tidak menentang orang dewasa melainkan justru menirukan mereka dalam olah raga,permainan,dan lainya .

          Dalam perkembangan sosial remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak:satu yaitu memisahkan diri dari orang tua, dan yang lain adalah menuju kearah teman-teman sebaya .Dua macam arah gerak ini tidak merupaka dua hal  yang berturutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain.Hal ini menyebabkan bahwa gerak yang pertama tanpa adanya gerak yang kedua dapt menyebabkan rasa kesepian .Hal ini kadang-kadang dijumpai dalam masa remaja dalam keadaan yang ekstrim hal ini dapat menyebabkan usaha-usaha untuk bunuh diri ,juga kualitas hubungan dengan orang tua memegang peranan yang sangat penting .Dua macam gerak ini yang memisahakan diri dari orang tua dan menuju ke rah teman –teman sebaya ,merupakn suatu reaksi terhadap status interim anak muda sesudah mulainya pubertas tibul suatu diskrepansi yang besar antara “kedewasaan”jasmaniah dengan ikatan sosial pada orang tua,dalam keadaan yang sudah dewasa remaj masih terbatas dalam kemungkinan-kemungkinan perkembanganya mereka masih tinggal bersama orang tua mereka dan meruoakan bagian dari keluarga ,mereka secara ekonomik masih tergantung pada orang tua kadang-kadang sampai jangka waktu yang lama .Dalam keadaan ini dapatlah di mengerti bahwa mereka saling mencari teman sebaya karena mengerti bahwa mereka ada dalam nasib yang sama ,dalam status  interim yang sama mereka bersama –sama berusaha untuk mencapai kebebasan  mereka mempunyai  kecenderungan yang sama untuk menghayati kebebasan tadi sesuai dengan usiany.Untuk pertama kalinya mereka merasa satu dan mereka saling mengisi ,disamping itu untuk pertama kalinya mereka secara jelas tertarik pada lawan jenisnya ,hal ini memberikan pada mereka penghayatan yang belum pernah di kenalnya lebih dahulu seperti yang mereka alami sekaramg sebagai tanda-tanda status dewasa yang diinginkan ,untuk itu mereka korbankan sebagian besar hubungan emosi merka dengan orang tua dalam usaha un tuk menjadi wakil kelompok teman sebaya mereka ,pada anak wanita hal ini terjadi lebih sukar dari pada anak laki-laki.Bahwa pelepasan emosi denag orang tua pada remaja wanita agak sukar karena mungkin disebabkan oleh adanya interaksi sifat khas wanita dan nilai-nilai masyarakat sekelilingnya .
        Melepasakn hubungan dengan orang tua atau usaha untuk dapat berdiri sendiri ini juga sudah di jumpai pada masa sebelum remaja,menurut Marcoby maka sistem  hubungan orang tua anak dalam kelurga berubah dari regulasi oleh orang tua antara usia 8 dan 12 tahun menjadi coregulasi(menentukan bersama)dimana orang tuamenentukan sendiri  padaanak dalam situasi regulasi diri hal ini tidak menghalangi adanya interaksi antara anak dan orang tua.
     Dalam masa remaja ,remaja berusaha untuk melepaskandiri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan jati dirinya ,sudah tentu pembentukan identitas yaitu perkembangan kea rah individulitas yang mantap yang merupakan aspek yangpenting dalam perkembangan berdiri sendiri ,bahwa kita tidak tenggelam dalam peran yang kita mainkan misalny sebagai anak ,teman sejawat,pelajar  pembimbing dan sebagainya tetapi dalam hal-hal tersebut tetap menghayati sebagai pribadi dirinya sendiri adalah suatu pengalaman yang harus dimiliki remaja dalam perkembangan yang sehat. 

Tugas-Tugas Perkembangan

         Perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusai pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.Oleh Havigurst perkembangan tersebut dinyatakan sebagai tugas yang harus dipelajari,dijalani,dan dikuasai oleh setiap individu dalam perjalanan hidupnya,atua dengan perkataan lain perjalanan hidup manusia ditandai dengan berbagai tugas perkembangan yang harus ditempuh.Pada jenjang kehidupan remaja,seseorang telah berada pada posisi yang cukup kompleks dimana ia telah banyak menyelesaikan tugas-tugas perkembanganya ,seperti misalnya mengatasi sifat tergantung pada orang lain,memahami norma pergaulan dengan teman sebaya,dan lainya.Secara sadar pada akhir masa anak-anak  seorang individu berupaya untuk dapat bersikap dan berperilaku lebih dewasa.Hal ini merupakan “tugas”yang cukup berat bagi para remaja untuk lebih menuntaskan tugas-tugas perkembanganya,sehubungan dengan semakin luasdan kompleksnya kondisi kehidupan yang harus dihadapi.Tidak lagi ia(mereka) dijuluki sebagai anak-anak,melainkan ingin dihargai dan diakui sebagai orang yang sudah dewasa.Dengan demikian para remaja menjalani tugas mempersiapkan diri untuk dapat hidup dewasa ,dalam arti mampu menghadapi masalah-masalah ,bertindak dan bertanggung jawab sendiri.Oleh karena itu,tugas perkembagan pada masa remaja ini dipusatkan pada upaya untuk menamggulangi sikap dan pola perilaku kakanak-kanakan.

Tugas-tugas perkembangan tersebut oleh Havigurst dikaitkan dengan fungsi belajar,karena pada hakikatnya perkembangan kehidupan manusia dipandang sebagai uopaya mempelajari norma kehiduoan dan dan budaya masyarakat agar ia(mereka)mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik di dalam kehidupdn nyata.

Untuk memahami jenis tugas perkembangan remaja,perlu di pahami hal-hal yang harus dilakukan oleh orang dewasa.Makna”dewasa”dapat diastikan dari berbagai segi,sehingga dikenal istilah dewasa secara fisik,secara sosial secara psikologis ,dewasa menurut hokum,dan sebagainya.Setelah seseorang berusia 17 tahun dikatakan sebagai orang yang telah dewasa  dan dapat diartikan dewasa dari beberapa segi ,baik dewasa dari segi fisik yang berarti orang itu telah siap untuk melaksanakan tugs-tugas reproduksi,dan dewasa dari segi hukum.Oleh karena itu,jenis tugas perkembangan remaja itu pada dasarnya mencakup srgala persipan diri untuk memasuki jenjang dewasa,yang intinya bertolak dari tugas perkembangan fisik dan tugas perkembangan  sisio-psikologis.Havigurst (Garrison,1956:14-15)mengemukakan 10 jenis tugas perkembangan remaja yaitu:
  
   1) mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan            matang;
   2) mencapai perasaan seks dewasa yang diterima secara sosial;
3) menerima kedaan badanya dan menggunakanya secara efektif;
4) mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa;
5) mencapai kebebasan ekonomi;
6) memilih dan menyipkan suatu pekerjaan;
7) menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga;
8) mengembangkan ketrampilan dan kosep intelektual yang perlu bagi warga Negara yang kompeten;
9) menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial;dan
     10) menggapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku

         Secara rinci akan dibahas jenis tugas perkembangan remaja yang berkaitan dengan kehidupan pribadi sebagai individu dan kehiduoan sosial kemasyarakatan,sedang tgas perkembangan remaja yang berkaitan dengan kehidupan pendidikan dan karier serta kehidupan berkeluarga akan di bahas dalam bab tersendiri.Tugas-tugas tersebut pada dasarnya (praktis)tidak dapt dipisahkan secara pilah,karena remaja itu adalah pribadi yang utuh.Dilihat dari perkembangan kehidupan secara menyeluruh,pertumbuhan dan perkembangan di masa remaja relative berjalan secara singkat.Namun demikian banyak hal yang harus diselesaikan selama masa perkembangan remaja yang singkat ini.Pada tugas perkembangan fisik upaya untuk mengatasi permasalahan pertumbuhan yang:serba tak harmoni”amatlah berat.hal ini dapat bertambah sulit bagi remaja yang sejak masa anak-anak telah memiliki konsep yang mengagungkan penampilan diri pada waktu dewasa nanti.Oleh karena itu,tidak sedikit remaja bertingkah kurang baik dan kurang tepat .
         Di lain pihak,remaja telah mengantisipasi tugas-tugas dalam kehidupan sosial.Bagi seorang pria,yakni merencanakan untuk menjadi seoarang yang bertanggung jawab bagi kehidupan keluarga,sehinnga tugas mempersiapkan diri untuk mampu menjadi manusia bertanggung jawab dalam arti menjadi pelindung keluarga,baik dari segi keamanan maupun ketentraman jiwa wanita dan anak-anak telah direncanakan.Implikasi pemikiran ini tercermin dalam nalurinya untuk menjadi seorang yang kuat,secara ekonomis menjadi orang yang produktif,yang hal ini tercermin pada penetapan jenis pekerjaan yang diidamkan.Dengan sendirinya hal itu juga berpengaruh kepada pemilihan jenis pendidikan yang akan di tempuh.Bagi remaja wanita,naluri untuk menjadi wanita yang penuh kasih sayang tetapi sekaligus menjadi wanita yang membutuhkan perlindungan,telah pula memoengaruhi upaya untuk mempersiapkan dirinya memasuki jenjang kedewasaan.Memasuki jenjang dewasa telah “terbayang”berbagai hal yang harusdi hadapi.Bukan saja menghadapi hal-hal yang berkaitam dengan kebutuhan fisik ,soaial,ekonomi,tetapi juga menghadapi tugas yang berkaitan dengan factor psikologis,seperti pencapaian kebahagiaan dan kepuasan,persaingan,kekecewaan ,dan perang batin yang terjadi karena perbedaan norma masyarakat dalam system kehidupan sosial dan kata hati setiap individu.   

SEJARAH PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN


DEFINISI PESANTREN
            Pondok pesantern tumbuh sebagai perwujudan dari strategi umat islam untuk mempertahankan eksistensinya terhadap pengaruh penjajahan barat atau sebagai akibat dari adanya surau atau langgar dan masjid serta tempat diselenggarakannya pendidikan agama yang tidak lagi menampung jumlah anak-anak yang mengaji atau belajar agama. Disamping itu juga didorong oleh keinginan lebih menginfestasikan pendidikan agama pada anak-anak. Maka sang guru atau pak kyai dengan bantuan masyarakat memperluas banguna di sekitar suarau, langgar, atau masjid untuk tempat mengaji sekaligus sebagai asrama bagi anak-anak yang belajar  mengaji tersebut. Dengan begitu anak-anak tak perlu bolak-balik pulang ke rumah orang tuanya.anak-anak tinggal menetap bersama pak kyai di tempat tersebut. Tempat mengaji seperti ini disebut pondok pesantren.
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri" berarti murid dalam Bahasa Jawa Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq yang berarti penginapan, Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
 Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Saat ini, istilah pesantren hanya dapay ditemui di daereah jawa. Sementara di daerah lain seperti di Aceh, istilah pesantren dikenal dengan nama dayah, di Padang dengan istilah surau.
Di aceh, lembaga dayah telah berdiri sejak tahun 225 H./ 840 . pendirian lembaga tersebut dimulai sejak  islam dating pertama kali ke daerah ini.menurut Ali hasjmy, Sultan Kerajaan Peurulak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan islam yang gurunya didatangkan dari Persia, arab, dan Gujarat.
Adapun surau, pertama kali didirikan oleh Syaikh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman, setelah ia kembali dari Aceh, diman ia belajar dengan syaikh Abdur Rauf al-Singkeli. Taufik Abdulloh mencatat bahwa pengaruh ulakan bagi perkembangan islam di Minangkabau cukup besar, sehingga dalam tradisi sejarah di kalangan para ulama sering disnggap bahwa kota kecil ini adalah sumber penyebaran islam.
Lebih dari itu, pesantren di Jawa didirikan oleh Raden Fattah pada tahun 1475 di hutan glagah arum di sebelah selatan Jepara. Pesantren itu mendapat kemajuan yang sangat pesat sehingga kota glagah arum yang kecil itu juga ikut maju dan akhirnya berubah menjadi kabupaten, yakni bintara dan Raden Fattah menjadi bupatinya. Dengan demikian, dugaan Martin van Bruinessen yang mengatakan bahwa lembaga yang layak disebut pesantren belum berdiri sebelum abad ke-18 masih perlu diteliti ulang.
Pesantren, sebagaimana disinggung di atas, merupakan lembaga pendidikan islam yang hanya ditemui di Jawa. Suatu tempat disebut pesantren, jika di dalam tempat tersebut terdapat beberapa unsur seperti:
1.      Pondok
2.      Masjid
3.      Kitab-kitab yang diajarkan
4.      Murid (santri) dan Pengajar (kyai)
Keempat unsur tersebut menjadi syarat mutlak bagi terwuujudnya pesantren. Pondok adalah tempat untuk belajar dan menginap bagi santri, sedangkan masjid adalah tempat sholat berjamaah lima waktu dan tempat belajar santri, adapun santri merupakan penghuni pesantren setelah kyai. Ringkasnya, pesantren adalah model “desa kecil” yang di dalamnya ada seperangkat aturan yang harus dipatuhi oleh segenap penghuninya. Karena aturan-aturan tersebut telah mengakar, terkadang tidak ditulis, namun menjadi hukum hidup (living law) yang tidak boleh dilanggar sama sekali. Sang pemimpin (kyai) biasanya memimpin dengan segenap kemampuannya dan menetap di dalam “desa kecil” itu.
PONDOK PESANTREN ZAMAN DAHULU
Dalam catatan sejarah, Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman Walisongo. Ketika itu Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan Talo, Sulawesi.

Pesantren Ampel merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-pesantren di Tanah Air. Sebab para santri setelah menyelesaikan studinya merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-masing. Maka didirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel.

Kesederhanaan pesantren dahulu sangat terlihat, baik segi fisik bangunan, metode, bahan kajian dan perangkat belajar lainnya. Hal itu dilatarbelakangi kondisi masyarakat dan ekonomi yang ada pada waktu itu. Yang menjadi ciri khas dari lembaga ini adalah rasa keikhlasan yang dimiliki para santri dan sang Kyai. Hubungan mereka tidak hanya sekedar sebagai murid dan guru, tapi lebih seperti anak dan orang tua. Tidak heran bila santri merasa kerasan tinggal di pesantren walau dengan segala kesederhanaannya. Bentuk keikhlasan itu terlihat dengan tidak dipungutnya sejumlah bayaran tertentu dari para santri, mereka bersama-sama bertani atau berdagang dan hasilnya dipergunakan untuk kebutuhan hidup mereka dan pembiayaan fisik lembaga, seperti lampu, bangku belajar, tinta, tikar dan lain sebagainya.

Materi yang dikaji adalah ilmu-ilmu agama, seperti fiqih, nahwu, tafsir, tauhid, hadist dan lain-lain. Biasanya mereka mempergunakan rujukan kitab turost atau yang dikenal dengan kitab kuning. Di antara kajian yang ada, materi nahwu dan fiqih mendapat porsi mayoritas. Ha litu karena mereka memandang bahwa ilmu nahwu adalah ilmu kunci. Seseorang tidak dapat membaca kitab kuning bila belum menguasai nahwu. Sedangkan materi  fiqih karena dipandang sebagai ilmu yang banyak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat (sosiologi). Tidak heran bila sebagian pakar menyebut sistem pendidikan Islam pada pesantren dahulu bersifat “fiqih orientied” atau “nahwu orientied”.

Masa pendidikan tidak tertentu, yaitu sesuai dengan keinginan santri atau keputusan sang Kyai bila dipandang santri telah cukup menempuh studi padanya. Biasanya sang Kyai menganjurkan santri tersebut untuk nyantri di tempat lain atau mengamalkan ilmunya di daerah masing-masing. Para santri yang tekun biasanya diberi “ijazah” dari sang Kyai.

Lokasi pesantren model dahulu tidaklah seperti yang ada kini. Ia lebih menyatu dengan masyarakat, tidak dibatasi pagar (komplek) dan para santri berbaur dengan masyarakat sekitar. Bentuk ini masih banyak ditemukan pada pesantren-pesantren kecil di desa-desa Banten, Madura dan sebagian Jawa Tengah dan Timur.

Pesantren dengan metode dan keadaan di atas kini telah mengalami reformasi, meski beberapa materi, metode dan sistem masih dipertahankan. Namun keadaan fisik bangunan dan masa studi telah terjadi pembenahan. Contoh bentuk terakhir ini terdapat pada Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Tegalrejo.
PONDOK PESANTREN SAAT INI
Bentuk, sistem dan metode pesantren di Indonesia dapat dibagi kepada dua periodisasi; Periode Ampel (salaf) yang mencerminkan kesederhanaan secara komprehensif. Kedua, Periode Gontor yang mencerminkan kemodernan dalam sistem, metode dan fisik bangunan. Periodisasi ini tidak menafikan adanya pesantren sebelum munculnya Ampel dan Gontor. Sebelum Ampel muncul, telah berdiri pesantren yang dibina oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Demikian juga halnya dengan Gontor, sebelumnya telah ada –yang justru menjadi cikal bakal Gontor- pesantren Tawalib, Sumatera. Pembagian di atas didasarkan pada besarnya pengaruh kedua aliran dalam sejarah kepesantrenan di Indonesia.

Sifat kemodernan Gontor tidak hanya terletak pada bentuk penyampaian materi yang menyerupai sistem sekolah atau perkuliahan di perguruan tinggi, tapi juga pada gaya hidup. Hal ini tercermin dari pakaian santri dan gurunya yang mengenakan celana dan dasi. Berbeda dengan aliran Ampel yang sarungan dan sorogan. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat para Kyai salaf menekankan perasaan anti kolonial pada setiap santri dan masyarakat, hingga timbul fatwa bahwa memakai celana dan dasi hukumnya haram berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum (golongan), maka dia termasuk golongan itu”.

Dalam hal ini, Gontor telah berani melangkah maju menuju perubahan yang saat itu masih dianggap tabu. Namun demikian bukan tidak beralasan. Penggunaan dasi dan celana yang diterapkan Gontor adalah untuk mendobrak mitos bahwa santri selalu terkebelakang dan ketinggalan zaman. Prinsip ini tercermin dengan masuknya materi bahasa inggris menjadi pelajaran utama setelah bahasa Arab dan agama, dengan tujuan agar santri dapat mengikuti perkembangan zaman dan mampu mewarnai masyarakat dengan segala perubahannya.

Beberapa reformasi dalam sistem pendidikan pesantren yang dilakukan Gontor antara lain dapat disimpulkan pada beberapa hal. Di antaranya: tidak bermazdhab, penerapan organisasi, sistem kepimimpinan sang Kyai yang tdak mengenal sistem waris dan keturunan, memasukkan materi umum dan bahasa Inggris, tidak mengenal bahasa daerah, penggunaan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa pengantar dan percakapan, olah raga dengan segala cabangnya dan lain-lain. Oleh karena itu Gontor mempunayi empat prinsip, yaitu: berbudi tinggi, berbadan sehat, berpikiran bebas dan berpengetahuan luas.

Langkah-langkah reformasi yang dilakukan Gontor pada gilirannya melahirkan alumni-alumni yang dapat diandalkan, terbukti dengan duduknya para alumni Gontor di berbagai bidang, baik di instansi pemertintah maupun swasta. Bila mazdhab Ampel telah melahirkan para ulama, pejuang kemerdekaan  dan mereka yang  memenuhi kebutuhan lokal, maka Gontor telah memenuhi kebutuhan di segala sendi kehidupan di negeri ini. Atas dasar itu pula penulis membagi sejarah sistem pendidikan pesantren kepada dua pase; pase Ampel dan pase Gontor.

Satu persamaan yang dimilki dua madzhab ini adalah bahwa kedua-duanya tidak mengeluarkan ijazah negeri kepada alumninya, dengan keyakinan bahwa pengakuan masyarakatlah sebagai ijazahnya.
Langkah reformasi di atas tidak berarti Gontor lebih unggul di segala bidang, terbukti kemampuan membaca kitab kuning (turost) masih dikuasai alumni mazdhab Ampel dibanding alumni mazdhab Gontor.

Sekarang ini, pondok pesantren dibagi menjadi empat tipe berdasarkan keputusan Menteri Agama RI no. 3/1979 yang membagi pondok pesantren dibedakan kedalam empat jenis yaitu:
1.      Pondok pesantren tipe A, yakni pondok pesantren dimana para santri belajar dan bertempat tinggal bersama dengan guru(kyai), kurikulumnya terserah pada kyainya, cara member pelajaran individual dan tidak mengadakan madrasah untuk belajar.
2.      Pondok pesantren tipe B, yakni pondok pesantren yang mempunyai madrasah dan mempunyai kurikulum, pengajaran dari kiai dilakukan dengan cara stadium general, pengajaran pokok terletak pada madrasah yang diselenggarakannya. Kiai memberikan pelajaran secara umum kepada para santri pada waktu yang ditentukan dan para santri tinggal di lingkungan itu untuk mengikuti pelajaran dari kiai di samping mendapat ilmu pengetahuan umum di madrasah.
3.      Pondok pesantren tipe C, yakni pondok pesantren yang fungsi utamanya hanya sebagai tempat tinggal atau asrama,santri –santrinya belajar di madrasah dan sekolah-sekolah umum, fungsi kiai disini sebagai pengawas, Pembina mental dan pengajar agama.
4.      Pondok pesantren tipe D, yakni pondok pesantren yang menyelenggarakan system pondok dan sekaligus system sekolah atau madrasah.
Demikianlah sepintas tentang  dunia pesantren, dan apa yang ingin dikatakan adalah bahwa “desa kecil” merupakan suatu lembaga yang ada dan masih terus tetap eksis di Indonesia. Karenanya tidak mengherankan, dewasa ini, model “desa kecil” menjadi model alternative bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Munculnya berbagai sekolah yang menganut system pendidikan pesantren telah menunjukan bahwa pesantren sebagai basis subkultur yang sangat signifikan. Selain itu, pesantren juga membentuk jaringan kekuatan politik, banyaknya tokoh polotik yang berasal dari pesantren mengindikasikan bahwa lembaga tersebut mendidik santrinya untuk siap terjun ke tengah-tengah masyarakat.di samping itu, pesantren juga menghasilkan produsen pemikiran Islam di Indonesia seperti contoh Nurcholosh Madjid dan Abdurrahman Wakhid, merupakan “jebolan” pesantren. Berdasarkan hal tersebut, tidaklah berlebihan jika lembaga pesantren dikatakan sebagai basis pemikir di Indonesia, hal tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa alasan:
1.      Di pesantren para santri langsung mempelajari kitab klasik, dengan begitu santri memperoleh wawasan yang sangat berarti tentang peradaban Islam
2.      Model belajar di pon-pes melibatkan kemampuan dialektika antara santri dan kiainya, sehingga penguasaan materi kitab kuning menjadi modal bagi santri tersebut.
3.      Kemampuan menguasai bahasa asing
4.      Hafalan yang kuat terhadap teks-teks klasik
5.      Disiplin yang ketat
Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan lembaga yang sangat dinantikan di era masa depan. Sebab pola pendidikan pesantren merupakan pola yang cocok untuk pengembangan manusia, baik hubungan pada Alloh ataupun sesame manusia. Dan juga pesantrenlah yang dapat dijadikan standarisasi moral bangsa ini, jika ingin mewujudkan bangsa Indonesia sebagai masyarakat yang madani (civil society). Dengan syarat para santri juga harus diajarkan metodologi studi islam. Selanjutnya para santri hendaknya menguak tradisi untuk mempelajari karya-karya  klasik lintas madzhab. Selain itu, pesantren juga harus membuka diri terhadap kajian islam baik di timur dan di barat. Untuk itu, pesantren juga perlu mengakses informasi terkini tentang studi islam. Dan dapat dikatakan bahwa kesiapan pesantren di era globalisasi ini adalah bagaimana pesantren memaknai perannya sebagai lembaga pendidikan islam.
KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PENDIDIKAN
Pemerintah melalui Departemen Agama telah mengeluarkan kebijaksanaannya dalam pendidikan, yaitu dengan SK Menag tentang penyelenggaraan pendidikan agama. Maka berdirilah MI, Mts, Madrasah Aliyah dan IAIN dengan tujuan mencetak ulama yang dapat menjawab tantangan zaman dan memberi kesempatan kepada warga Indonesia yang mayoritas muslim mendalami ilmu agama. Ijazah pun telah disetarakan dengan pendidikan umum sesuai dengan SK bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, Mendagri). Dengan demikian lulusan madrasah disetarakan dengan lulusan sekolah umum negeri
 Namun demikian, setelah berjalannya proses kebijakan tersebut, terbukti masih terdapat kelemahan-kelemahan, baik mutu pengajar, alumni (siswa) dan materinya, sehingga cita-cita  mencetak ulama yang handal kandas di tengah jalan. Ha lini terbukti masih dominannya lulusan pesantren dalam soal keagamaan. Bahkan lulusan madrasah dapat dikatakan serba tanggung, menjadi seorang profesional pun tidak, ulama pun tidak, Tidak heran bila banyak suara sumbang dan kritikan tajam bahwa SK bersama tiga menteri di atas hanya sebuah upaya pengikisan Islam dan keilmuannya melalui jalur pendidikan. Sehingga pada waktunya nanti Indonesia akan mengalami kelangkaan ulama. Ini terbukti dengan menjauhnya masyarakat dari madrasah. Mereka lebih bangga menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah umum. Alasannya sederhana, lulusan madrasah sulit mencari pekerjaan dibanding lulusan sekolah umum, walaupun pendapat ini tidak seluruhnya benar, tapi demikianlah yang kini berkembang di masyarakat.

Lebih ironi lagi, pemerintah melarang alumni pondok pesantren non kurikulum pemerintah untuk masuk IAIN. Alasannya karena mereka tidak memiliki ijazah negeri atau karena ijazah pesantrennya tidak disetarakan dengan ijazah negeri. Akibatnya IAIN hanya diisi oleh lulusan-lulusan madrasah dan sekolah umum yang note bone mutu pendidikan agamanya sangat minim. Padahal di tengah-tengah suasana globalisasi dan keterbukaan , kwalitaslah yang menjadi acuan, bukan formalitas.

Fenomena di atas membuat beberapa pesantren mengadakan ujian persamaan negara dan mengadopsi kurikulum pemerintah. Dan tentu saja segala konsekwensi yang telah disebut di atas akan terjadi. Di samping karena hal itu menjadi tuntutan masyarakat.

PERUBAHAN DINAMIK PONDOK PESANTREN
Perubahan dinamik pondok pesantren terjadi di seluruh Indonesia, pergeseran setidaknya terjadi dalam 5 hal, antara lain:
1.      Percepatan teknologi informasi menjadikan buku-buku dan media massa lain sebagai sumber belajar, tidak lagi kyai sebagai sumber satu-satunya untuk belajar
2.      Pendidikan nonformal dalam bentuk pengajian wetonan dan sorogan telah tergeser oleh animo pada bentuk pendidikan formal klasikal, madrasah. Sehingga di pondok pesantren muncul bentuk-bentuk madrasah.
3.      Ada keinginan untuk memperoleh pengakuan pendidikan formalnya berupa ijazah, disamping tetap mengejar pengetahuan agamanya.
4.      Disamping ingin menjadi muttaqin, para santri juga ingin mempelajari iptek.
5.      Pondok pesantren dengan pendidikan formalnyatelah menjadi alternative karena biaya sangat murah termasuk biaya hidup tinggal di asrama.

SEJARAH SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
      Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan Islam menurut rencana yang teratur, sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1476 dengan berdirinya Bayangkara Islah di Bantara  Demak yang ternyata merupakan organisasi  Islam yang pertama di Indonesia. Dalam rencana kerja dari Bayangkara Islah disebutkan antara lain :
a.       Tanah Jawa-Madura dibagi atas beberapa bagian untuk lapangan pekerjaan bagi pendidikan dan pengajaran. Pimpinan pekerjaan di tiap-tiap bagian dikepalai oleh seorang wali dan seorang pembantu (badal).
b.      Para wali dan para badal, selain harus pandai dalam ilmu agama. Harus pula memelihara budi pekerti diri sendiri dan berakhlak mulia, supaya menjadi suri teladan bagi masyarakat sekelilingnya.
c.       Supaya mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat maka didikan dan ajaran Islam harus diberikan melalui jalan kebudayaan yangt hidup dalam mastarakat itu asal tidak mrnyalahi hukum  syara’.
d.      Di Bintara harus segera didirikan sebuah masjid agung untuk menjadi sumber ilmu dan pusat kegiatan usaha prndidikan ajaran Islam.
Untuk merealisasi rencana ini, maka pada suatu siding Walisongo dari Kerajaan Demak , diputuskan bahwa semua cabang keb udayaan nasional yakni filsafat hidup , kesenian, kesusilaan, adat-istiadat , ilmu pengetahuan dan sebagainya sedapat mungkin diisi dengan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam .Kebijaksanaan Wali-wali menyiarkan agama dan memasukan anasir-anasir pendidikan dan pengajaran Islam dalam  segala cabang kebudayaan nasional Indonesia, sangatlah memuaskan, sehingga agama Islam tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia.
      Demikianlah setelah Demak, Pajang sebagai pusat pemerintahan Islam pindah ke Mataram, usaha-usaha untuk memantapkan kehidupan agama semakin konkrit dan didukung sepenuhnya oleh para pejabat pemerintahan dari pusat sampai ke desa-desa dengan menggunakan masjid sebagai pusat kegiatannya.
      Usaha-usaha untuk memajukan pendidikan pengajaran agama Islam, dipercayakan kepada ketib dan dibantu oleh modin.
      Adapun susunan pendidikan dan pengajaran Islam pada zaman sultan Agung Mataram adalah sebagai berikut:
1.      Tingkat rendah-Pengajian Al-Qur’an
2.      Tingkat menengah-Pesantren desa (pengajian kitab)
3.      Tingkat tinggi-Pesantren besar
4.      Tingkat tinggi-Pesantren keahlian (takhasus) dan perguruan tariqat.

System pendidikan agama islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Kejayaan Islam yang mengalami kemunduran sejak jatuhnya Andalusia kini mulai bangkit kembali dengan munculnya gerakan pembaharuan Islam. Sejalan dengan itu, pemerintahan jajahan(Belanda) mulai mengenalkan system pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu, system pendidikan islam di surau atau langgar dan masjid dipandang sudah tidak memadahi lagi dan perlu diperbaharui dan disempurnakan.
Dengan membawa pikiran-pikiran baru Islam ke Indonesia, maka orientasi pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia mengalami perubahan. Jika semula tujuan pokok dari pendidikan agama islam hanya agar anak-anak dapat membaca Al-Qur’an dan mengetahui pokok-pokok agama islam yang perlu dilaksanakan sehari-hari seperti salat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka dengan pikiran-pikiran baru ini disamping materi-materi pokok tersebut juga dipentingkan pemberian ilmu alat untuk mempelajari agama Islam dari sumbernya yang asli yaitu Al-Qur’an dan hadis, ilmu alat yang dimaksud adalah bahasa arab. Dengan menguasai bahasa arab orang akan dapat menggali ajaran agama islam dari sumbernya, sehingga dapat mengembangkan agama islam dengan cara yang lebih baik.
Realisasi dari keinginan-keinginan ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa penyelanggaraan pendidikan menurut system sekolah seperti di barat akan memberi hasil yang lebih baik. Karena itulah mulai diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan system pendidikan islam yang ada. Pendidikan islam di langgar, surau, dan msjid serta tempat-tempat lain yang semacamnya disemprnakan menjadi madrasah, pondok pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan.
Demikianlah system klasikal mulai diterapakan. Bangku, meja, papan tulis mulai digunakan dalam mengajarkan pendidikan agama islam. Sebagai contoh surau Jembatan Besi di Minangkabau diubah menjadi Madrasah Tawalib. Sekolah diniyah yang didirikan oleh Zainuddin Labai juga merupakan perkembangan dari surau Jembatan Besi. Pembagian jenjang kelas juga mulai diadakan.
Demikian system pendidikan formal, sekolah, atau madrasah mulai tersebar dimana-mana, bahkan di kalangan pondok pesantren sudah diterapkan pula system sekolah atau madrasah ini, disamping system pendidikan dan pengajaran pondok pesantren yang sudah ada.
ISI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Setelah agama Islam semakin tersebar luas dan sudah banyak keluarga-keluarga yang memeluk agama Islam, mereka mulai merasakan pentingnya pendidikan agama islam pada anak-anak mereka, mula-mula anak diajar di keluarga, kemudian anak disuruh ke langgar, surau atau masjid untuk memperoleh pendidikan agama dari guru agama.
Adapun isi pendidikan dan pengajaran agama islam pada tingkat permulaan meliputi:
1.      Belajar membaca al-Qur’an
2.      Pelajaran dan praktek sholat
3.      Pelajaran ketuhanan (teologis) atau ketauhidan yang pada garis besarnya berpusat pada sifat dua puluh.
Pada tingkat yang lebih tinggi diajarkan pula bahasa arab, ushul fiqh, dilanjutkan dengan oelajaran mengenai aturan tentang nikah, talak, rujuk, waris.
Adapun materi pelajaran yang diberikan di pondok pesantren ini, setelah murid dapat membaca Al-Qur’an dilanjutkan dengan pelajaran sorof dan nahwu kemudian ilmu fiqh, tafsir, ilmu kalam(tauhid) dan akhirnya sampai pada ilmu tasawuf.
Menyadari akan pentingnya pembaharuan system pendidikan agama Islam di Indonesia dan sekaligus menanggulangi menjauhnya umat Islam dari agamanya akibat pengaruh dunia barat, maka mulailah umat islam sedikit terbuka dalam menerima kenyataan-kenyataan social di masyarakat modern.
Di dorong oleh kebutuhan akan pendidikan yang makin meningkat maka timbul lembaga pendidikan keagamaan yang berupa madrasah dan pondok pesantren.dan perkembangan selanjutnya tumbuh pula lembaga pendidikan umum yang berdasarkan ke agamaan.disamping diberikan mata pelajaran agama,juga di berikan mata pelajaran umum dan kejuruan.
Dengan adanya gerakan pembaharuan islam dengan datangnya system pendididkan Barat yang program belajar mengajarnya lebih terkoordinir dan lebih sistematis,meskipun dengan tujuan yang sangat menguntungkan system pendididkan namun member pengaruh pula pada keharusan memperbaharui system pendidikan Islam pada Madrasah,Pondok pesantren dan lembaga lembaga pendidikan yangberdasar keagamaan,Ke Arah system yang lebih sempurna.







PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren telah banyak memberikan andil bagi bangsa Indoneisa, baik dahulu maupun kini. Kehandalan pondok pesantren selama berabad-abad, walau dengan segala kesederhanaannya masih menjadi harapan umat Islam sebagai benteng satu-satunya bagi umat Islam dan kelimiahannya. Karena dari sanalah lahir generasi-generasi yang melanjutkan da’wah Islam. Tidak aneh bila ada anggapan bahwa para orientalis mulai menggeluti sosiologi pesantren untuk mencari titik yang dapat melemahkan kesinambungannya demi pengikisan Islam di Indonesia, baik melaui cara halus maupun kasar.

Walau bagaimana tangguhnya sebuah pesantren ia harus tetap belajar dengan lingkungan sekitarnya sambil melestarikan identitas keislamannya. Sistem fiqih orientied yang diterapkan pada masa Ampel misalnya, pada zaman kini dirasa kurang berhasil melahirkan alumni yang iltizam dengan agamanya, terbukti adanya sebagian santri setelah lulus dari pesantrennya kurang mengamalkan ajaran agamanya. Karena sekeluarnya dari almamater, dalam jiwanya merasa telah bebas dari segala peraturan dan tata tertib pesantren, padahal sebenarnya sebagian besar tata tertib itu adalah bagian dari ajaran Islam, seperti berjilbab, sholat berjamaah, membaca al-Quran, menjauhi yang haram dan syubhat, melakukan hal yang sunah dan lain sebagainya.

Oleh karena itu perlu adanya upaya memberi materi Islam secara kaffah, kamil dan mutakamil. Sehingga pemahaman dan sikapnya terhadap Islam pun bersifat komprehensif, dan tidak sepenggal-penggal.

Keanekaragaman lembaga pendidikan Islam merupakan khazanah yang perlu dilestarikan. Setiap lembaga mempunyai ciri khas dan orientasi masing-masing, namun demikian harus ada satu komitmen, yaitu memberi pemahaman Islam secara kaffah demi izzul Islam wal muslimin. Wallahu’alam







DAFTAR PUSTAKA
Zuhairini, dkk.1995.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:Bumi Aksara
Rais, Amin,dkk.1997. Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah.Yogyakarta: Lembaga Pustaka dan Dokumentasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Bustamam,Kamaruzzaman Ahmad.2002. Islam Historis-Dinamika Studi Islam di Indonesia.Yogyakarta: Gilang Press